“Conversation tanpa Grammar?” Oh…No!

Photo Rohani (Cartoon)

Rohani, S.Pd, MA

“Conversation tanpa Grammar?” Oh…No!

 

SAAT ini bisa dengan mudah kita jumpai iklan-iklan terutama di Internet yang menawarkan jasa kursus bahasa Inggris atau produk yang terkait dengannya yang berpotensi “menyesatkan” atau setidaknya “membodohi.”

Perhatikan kutipan dari iklan-iklan berikut:
Ikuti Kursus Bahasa Inggris Online Cepat-Tanpa Grammar Full Conversation”
“Cara Cepat Belajar Conversation Bahasa Inggris tanpa Grammar”
“Cara Cepat Belajar Bahasa Inggris Tanpa Grammar 90% Praktek Percakapan”

Apakah itu conversation dan apa hubungan antara conversation dengan grammar?

Conversation atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah percakapan adalah sebuah tindakan untuk menyampaikan pesan (makna) yang bertujuan untuk bertransaksi atau menjalin hubungan sosial dengan menggunakan bahasa. Conversation adalah sebuah aksi penggunaan bahasa. Karena conversation adalah sebuah aksi penggunaan bahasa, maka setiap conversation terjadi maka unsur-unsur bahasa akan terpakai. Unsur-unsur tersebut adalah grammar, vocabulary, dan pronunciation. Kali ini kita lihat dari sisi grammarnya.

Setiap terjadi conversation, maka tata bahasa atau grammar akan memainkan perannya. Mengapa demikian? Karena grammar adalah aturan yang mengatur bagaimana kata-kata digunakan sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh seorang pembicara bisa dipahami oleh lawan bicaranya. Aturan-aturan dalam grammar itu bersifat arbitrary atau tidak bisa dibantah karena mengikuti kebiasaan. Jika aturan tersebut dilanggar, maka akan terjadi kekacauan yakni pesan yang diinginkan oleh si pembicara tidak bisa dipahami oleh lawan bicaranya, sehingga komunikasi akan gagal.

Proses belajar grammar pada seorang native speaker (penutur asli) berbeda dengan penutur asing. Sebagai contoh, Justin yang lahir di Inggris ketika masih kecil dan dalam tahap belajar berbicara tidak belajar grammar dari buku grammar legendaris karya Betty Azar atau A.J. Thomson dan A.V Martinet. Justin lancar berbahasa Inggris karena bahasa itu memang bahasa pertamanya atau lazim disebut bahasa ibunya (mother tongue). Walaupun tidak pernah belajar grammar secara formal, tetapi bukan berarti Justin tidak memakai grammar ketika dia berbicara. Grammarnya telah melekat dalam ujaran-ujaran yang ia ucapkan tanpa dia pikirkan. Bahkan mungkin jika Justin diminta menjelaskan grammar dari bahasa Inggrisnya dia tidak bisa melakukannya. Meski demikian, dia mematuhi aturan-aturan grammar tersebut.

Ceritanya lain lagi dengan Yanto yang berasal dari Solo, Jawa Tengah. Terlahir dari keluarga Jawa yang berbicara bahasa Jawa dalam kesehariannya, Yanto mulai mengenal bahasa Inggris ketika memasuki bangku SMP. Orang-orang di keluarga Yanto dan di lingkungan sekitarnya tidak ada yang berbicara bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-harinya. Ketika Yanto belajar bahasa Inggris ketemulah ia dengan buku grammar yang berisi aturan-aturan bagaimana kata-kata dalam bahasa Inggris itu seharusnya digunakan. Dia pelajari aturan-aturan grammar tersebut sebagai bekal agar dia bisa melakukan conversation dengan benar.

Mari kita lihat contoh berikut yang menggambarkan bahwa aturan dalam grammar mengikat kita ketika kita ingin bahasa Inggris kita akurat dan bisa dipahami. Terlebih lagi jika lawan bicara kita adalah native speaker yang tidak paham dengan bahasa asli kita.

Justin bertanya kepada Yanto:
Yanto, can you tell me what you did last Friday?

Yanto menjawab:
 “I wake up early in the morning. At 6.00 AM, I am ready to go to school. I ride my bicycle and arrive at my school thirty minutes later.”
(Contoh 1)

Apakah ada yang salah dengan grammar dalam ujaran Yanto di atas? Nampaknya baik-baik saja. Oh.. tidak. Yanto bermaksud untuk menceritakan peristiwa yang terjadi pada masa lampau yakni kegiatannya pada hari Jum’at yang lalu. Yanto terikat dengan aturan dalam grammar yang disebut tenses. Di dalam aturan tenses bahasa Inggris, bentuk kata kerja bisa berubah sesuai dengan waktu pelaksanaan dari pekerjaan tersebut.

Dalam bahasa Inggris yang benar, Yanto semestinya mengatakan:

“I woke up early in the morning. At 6.00 I was ready to go to school. I rode my bicycle and arrived at my school thirty minutes later.”
(Contoh 2)

Lalu apa yang akan terjadi karena Yanto telah menyalahi aturan grammar secara fatal?  Bagi Justin si native speaker, mendengar apa yang Yanto ucapkan seperti dalam contoh 1 di atas,  dia akan kesulitan memahami bahwa apa yang Yanto ucapkan tersebut adalah  kejadian di masa lalu. Baginya yang Yanto ceritakan itu adalah kegiatan rutin atau kebiasaan Yanto, bukan kegiatan yang telah Yanto lakukan. Dalam istilah teknis grammar, Yanto telah salah menggunakan present tense untuk menceritakan kejadian yang terjadi pada masa lalu. Semestinya dia menggunakan past tense. Dengan kesalahan ini, sekurang-kurangnya Justin akan merasa apa yang diucapkan Yanto itu tidak lazim.

Ketika Justin ditanya mengapa kalau menceritakan kejadian yang sudah lalu harus menggunakan past tense, barangkali dia juga tidak bisa menjelaskan dan hanya bisa mengatakan “That’s the way it is” (Ya memang begitu aturannya). Tetapi sebagai seorang native speaker ketika ia mendengar seseorang berbicara, dia secara naluriah tahu mana yang salah dan mana yang benar. Dan jika itu salah, maka akan kesulitan untuk memahaminya. Baik Justin si native speaker atau Yanto yang sedang berjuang mempelajari bahasa Inggris kedua-duanya terikat oleh aturan grammar.
___________________________
Rohani, S.Pd, MA adalah dosen pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Negeri Semarang

3 Comments

  1. Mokhabi

    bener banget tuh, bahasa inggris ya emang harus pake grammar..

    Reply
  2. Pingback: Conversation tanpa GRAMMAR? O.M.G ! – Site Title

  3. Pingback: Conversation tanpa GRAMMAR? O.M.G ! – KING's World

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *